Minggu, 01 Februari 2009

Filsafat Confusianisme


Pendahuluan
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Namun, sebenarnya filsafat timur ini tidak hanya di pandang filsafat agama juga, tetapi termasuk falsafah hidup.
Filsafat Cina adalah salah satu dari filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari tiga filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia, disamping filsafat India dan filsafat Barat. Filsafat Cina sebagaimana filsafat lainnya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa.
Ada tiga tema pokok sepanjang sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga. Toleransi kelihatan dalam keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian, perikemanusiaan. Pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat. Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina. Ketika kebudayaan Yunani masih berpendapat bahwa manusia dan dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib buta ("Moira"), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya.
Di Cina terdapat dua aliran filsafat besar, yaitu Confusianisme dan Taoisme. Kong Hu Cu merupakan seorang filosof besar Cina. Dialah orang pertama pengembang sistem yang memadukan alam fikiran dan kepercayaan orang Cina yang paling besar filosofinya menyangkut moralitas orang perorang dan konsepsi suatu pemerintahan tentang cara-cara melayani rakyat dan memerintahnya lewat tingkah laku teladan yang sekarang telah menyerap dalam kehidupan dan kebudayaan orang Cina selama lebih dari dua ribu tahun. Dari pengaruh pemikiran inilah Confusianisme banyak menghasilkan para intelektual di Cina, dan pengaruh intelektualnya ini berpengaruh terhadap sebagian penduduk di dunia.
Untuk memahami kebudayaan masyarakat Asia Timur yang pada saat ini merupakan hampir seperempat bagian dari penduduk dunia, mempelajari Konfusianisme adalah suatu keharusan. Konfusianisme adalah warisan dari Timur, suatu bentuk budaya yang mekanismenya untuk mengawasi tingkah laku masyarakat tersebut yang dilahirkan dan dibesarkan dibawah pengaruh budaya Konfusianisme yang menekankan pada kehidupan keluarga dan perkembangan pribadi. Budaya Konfusianisme ini adalah dasar yang unik dari tingkah laku/sikap masyarakat di Asia Timur, seperti halnya Kristen yang merupakan inti dari sikap masyarakat di Barat.
Filsafat Confusianisme
Zaman Ch’unn dan Chan Kuo dikenal sebagai zaman klasik dari sejarah dan kebudayaan Cina. kekacauan politik pada zaman dinasti Chou itu memperlihatkan perkembangan-perkembangan baru di lapangan kebudayaan dan masyarakat. Seiring dengan semakin berkurangnya jumlah negara, berkurang pula batas-batas penghalang hubungan antar penduduk. juga, seiring dengan semakin berkurangnya sifat-sifat kedaerahan, anggapan tentang paham dan keyakinan baru pun mudah tersebar.
Pergolakan sosial dan politik pada akhir masa Dinasti Chou tersebut menimbulkan banyak masalah untuk segera dipecahkan. Keadaan chaos itu menjadi pendorong dan motivasi bagi para pemikir (filosof) untuk mengerahkan pemikirannya guna menemukan cara mengatasi krisis moral dan politik yang timbul pada zaman itu. karena banyaknya para pemikir yang tumbuh dan tersebar pada bagian akhir zaman Dinasti Chou, muncullah satu istilah yng biasa disebut “seratus aliran ajaran filsafat”. Kegiatan pemikiran dan ajaran filsafat tersebut dipupuk dan diperkuat oleh semakin merebaknya pertentangan-pertentangan politik kala itu yang menimbulkan kesadaran berpikir mengenai moral dan politik.
Salah satu aliran filsafat yang kemudian mengalami kemajuan pesat dan terkenal pada saat itu adalah Confusianisme. Confusius atau yang disebut juga Kong Fu Tse. Ia dilahirkan pada tahun 551 SM di daerah Lu,di Shantung. Raja Wu Wan telah memberikan daerah itu kepada Chou. Negeri Lu yang aman dan makmur beribu kota Chufu. Confusius pindah ke Chufu. Pada usia muda yakni 17 tahun, ia diangkat menjadi pengawas kerajaan, sebagai pemilik ladang gandum umum dan lumbung pangeran, kemudian menjadi Kepala Peternakan. Ia seorang yang suka belajar. Pada usia 22 tahun ia mulai mengajar. Setahun kemudian ia ditinggalkan ibunya. Menurut adat, ia harus mengundurkan diri dari keramaian untuk berduka cita selama tiga tahun. Keadaam kacau pada masa itu menyebabkan ia tidak taat pada adat. Sikap Confusius sangat dihormati, terutama oleh murid-muridnya yang setia.
Selama berduka cita, yaitu selama tiga tahun itulah ia mendalami kesusastraan, sejarah, dan adat istiadat dari zaman Wen sampai Mu yang tersimpan dalam perpustakaan kerajaan.
Confusius yakin bahwa untuk mengamankan keadaan, maka harus kembali pada jalan yang telah ditempuh oleh yao dan Shun,yaitu dengan jalan berbakti dan setia. Ia belajar lagi dari semua buku-buku yang ada tentang agama, adat, sastra, sejarah, musik, dan lain-lain. Kemudian semuanya itu digubah dan disadur sehingga berbentuk pedoman hidup bangsa Cina. Setelah habis masa duka citanya ia mengunjungi loyang yang dibangun oleh Pangeran Chou. Ia mulai lagi mengajarkan pada murid-muridnya tentang sejarah, kesusastraan, perihal upacara, musik syair, dan terus mencatat segala hal yang berarti dan diketahuinya dalam tulisan yang berjudul “The Books of History (Shang Shu), The Spring and Autum Annals, The Books of Rites, dan The Book of Song.
Confusianisme Pada Zaman Klasik Cina
Ajaran Confusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, bukanlah suatu agama tetapi lebih kepada pengajaran filsafat untuk mempertingkatkan moral dan menjaga etika manusia.
Khonghucu (Confucius) pertama kali diperkenalkan oleh orang Barat sebagai Filsuf dari Cina yang berkembang sekitar lima ratus tahun sebelum datangnya Juru Selamat Yesus Kristus. Ia dilahirkan pada tahun 551 SM didaerah Lu, Shantung. Ia diduga berasal dari keturunan golongan bangsawan Dinasti Shang yang tidak mampu. Pada usia 17 tahun ia di angkat menjadi pengawas kerajaan, sebagai pemilik ladang gandum umum dan lumbung pangeran, kemudian menjadi kepala peternakan.Ia seseorang yang suka belajar. Pada usia 22 tahun, ia mulai mengajar. Setahun kemudian ibunya meninggal. Menurut adat, ia harus mengundurkan diri dari keramaian untuk berduka cita selama 3 tahun. Keadaan kacau pada saat itu menyebabkan ia tidak patuh pada peraturan adat. namun, sikap Confusius tersebut sangat dihormati oleh murid-muridnya yang setia. Selama berduka cita yaitu selama 3 tahun itulah Confusius banyak belajar dan mendalami kesusasteraan, sejarah dan adat istiadat dari zaman Wen sampai Mu yang tersimpan dalam perpustakaan kerajaan.
Pada awal perkembangannya itu sendiri, Confusius telah mengalami pasang surut. diceritakan dalam sebuah tradisi masyarakat bahwa pada sekitar tahun 500 SM, ia berhasil menggagalkan komplotan negara Chi’i untuk menangkap kepala negara Lu. Karena jasanya itu, ia diberi jabatan yang cukup prestisius oleh kaisar. setelah itu ia berusaha mengakhiri kekuasaan bangsawan di daerah-daerah dan memusatkan kekuasaannya di tangan kepala negara. tentu saja tindakannya tersebut banyak ditentang oleh para bangsawan di daerah. Akibatnya ia meninggalkan Lu dan mengembara ke beberapa negara tetangga. Beberapa bangsawan muda yang masih ada hubungan keluarga dan setia turut menyertainya. Karena perubahan politik di negara Lu yang sedemikian gencar dan berpihak kepada pemikiran-pemikirannya, akhirnya ia kembali lagi ke negara Lu.
Perkembangan dari adanya ajaran Confusianisme pada masa dinasti Chin (221-207 Sm) yaitu ditandai dengan terjadinya bencana paling besar yang dialami oleh Confusianisme karena adanya larangan ajaran tersebut dari kaisar yang berkuasa pada saat itu. Sebaliknya, pada zaman Dinasti Han (206-220 SM) justru Confusianisme berkembag pesat dan menjadi ideologi negara.
Pada zaman Dinasti Sung, Confusianisme mengalami pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh para pemikir zaman itu seperti Chi-Shi (1130-1220). Chi-Shi dianggap berhasil menyusun ajaran Confusius dengan sistematis dan terstruktur yang didalamnya terdapat uraian-urain serba singkat tentang kesusilaan dan politik. Ia juga berhasil meluncurkan ajaran baru yaitu Neo-Confusianisme (disebut sebagai mazhab Li).
Pada masa Dinasti Han, Sifat ulet yang sudah tertanam dalam diri masyarakat Cina serta didukung dengan adanya suatu formatan resmi untuk mengembangkannya yaitu ujian pegawai sipil telah melahirkan golongan terpelajar atau kaum intelektual yang memiliki pemikiran–pemikiran cerdas. Ideologi Confusianisme kembali dikembangkan dan dijadikan fondasi kerajaan. Melalui Confusianisasi Cina inilah, Dinasti Han berhasil dengan sangat gemilang membentuk kelas gentry terpelajar atau Schollar Gentry (Shen-Shih). Sejak zaman Dinasti Han itu juga, Confusianisme dijadikan sebagai agama negara dalam bentuk pemujaan langit. Kemudian dampak dari adanya ajaran Confusianisme yakni adanya pemujaan Confusius dalam kuil yang didirikan di setiap distrik di seluruh kerajaan. Dan dua kali dalam setahun para pembesar daerah harus melakukan kebaktian di kuil Confusius atas nama kaisar.
Sepeninggal Confucius, ajaran-ajarannya dikembangkan dan disosialisasikan oleh murid-muridnya yang setia. Salah seorang murid Confucius yang terkemuka bernama Meng Tzu (Meng Ko) yang dimuat pula dalam Mencius dan Hsun Tzu atau Hsun Kung.
Pengaruh Filsafat Confusianisme
Pemikiran Confusianisme yang didasarkan atas prinsip keseimbangan yin dan yang. Prinsip keseimbangan menjadi hal utama yang dibahas sehingga keseimbangan yang mengatur hidup kita juga seimbang. Dengan aturan keseimbangan ini memberikan dampak yang begitu besar khususnya bagi masyarakat Cina.
Confusius menganjurkan agar orang belajar dan mempraktekan apa yang dipelajari sehingga menjadi seorang intelektual yang lengkap, orang seperti ini beliau sebut sebagai Qun Zi atau seorang intelektual-bijaksana,selain itu dia harus tatap tenag dalam segala situasi agar dapat menyelesaikan persoalan-persoalan penghidupan dengan rasional.
Ajaran Confusianisme mengajarkan bahwa kita harus bisa mengatur harta yang baik terutama pendidikan anak-anak. Unsur pendidikan ini dalam Confusianisme karena para cendikiawan dihormati jauh lebih tinggi dibandingkan kekayaan. Itulah sebabnya di Amerika saat ini kebanyakan mahasiswa peringkat atas diduduki oleh orang-orang dari Hong Kong, Cina, Taiwan, Singapore, Korea, dan Jepang yang ternyata negara-negara tersebut dipengaruhi ajaran Confusianisme.
Kemudian daripada itu ajaran Confusianisme berdampak pula pada ekonomi Cina itu sendiri. Dengan adanya konsep kerja keras dan kekerabatan yanmg dijunjung tinggi, merupakan jaminan link keberhasilan ekonomi masyarakat Cina secara keseluruhan. Selain itu faktor kecintaan terhadapnegara induk (RRC), menjadi sebuah motivasi besar bagi mereka, untuk berusaha seoptimal mungkin agar mampu memberikan kontribusi bagi negaranya tersebut, sekalipun mereka hidup di negara orang lain.
Secara ekonomi Cina memang mempunyai kompeten yang besar, bahkan Amerika sekalipun segai sebuah negara super powermerasa riskan dengan keberadaan Cina tersebut. Selain faktor kerja keras, kekerabatan, faktor jumlah penduduk yang besar dan tersebar dimana-mana mempunya andil besar dalam roda perekonomian Cina. Kemudian daripada itu, tradisi kultural yang lekat dengan kehidupan orang Cina, merupakan faktor penetralisir, serta pendorong upaya pencerahan bagi kehidupan yang jauh lebih baik. Bagi orang Cina sendiri keberadaan faktor ekonomi secara etomatis merupakan faktor pendukung majunya pendidikan (kemajuan intelektual).
Filsafat Timur dianggap lebih magis dan bersifat irasional. Namun, ajaran Confusianisme yang termasuk filsafat Cina ini yang sebenarnya bikan aliran agama, tetapi aliran falsafah hidup yang tidak mengesampingkan dasar-dasar kepercayaan lama, sehingga mampu memelihara kerukunan dan kesejahteraan dalam negeri Cina dalam waktu tak kurang dari dua ribu tahun.
Orang Barat mengangap filsafat pemikiran Timur terutama Cina tidak selalu bersifat rasio (irasional) namun, dari uraian pengaruh confusianisme di atas terlihat jelas bahwa pemikiran confusianisme ini bersifat nalar rasional karena pemikiran ini sesuai dengan kehidupan sehari-hari orang Cina.
Namun, pendapat tersebut bisa dibantah ternyata pada masa kejayaan Eropa 300 tahun yang lalu, banyak sarjana dan kaum intelektual terinspirasi oleh ajaran Khonghucu. salah satu diantara mereka adalah Gottfried Wilhelm Von Leibniz, bahkan mengusulkan pada tahun1689 suatu program pertukaran budaya Timur-Barat, mungkin usul pertukaran budaya ini merupakan pertukaran pertama internasional. dari pertukaran budaya diatas terlihat bahwa sekarang ini filsafat cina tidak lagi magis dan Irasional, malahan filsafat Confusianisme ini bisa mempengaruhi perkembangan pemikiran di dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 2001. Filsafat Umum. Jakarta: PT. RajaGrafindo.
Creel, H.G.1989.Alam Pikiran Cina:Sejak Konfusius sampai Mao Zedong.Yogya. PT. Tiara Wacana
Suryadi, Didi. 1981. Diktat Kuliah Sejarah Asia Timur. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
Suwirta, Andi. 1999. Sejarah Intelektual: Sebuah Antologi Tentang Percikan Pemikiran Di Dunia Barat Dan Islam. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS IKIP Bandung
Toynbee, Arnold. 2006. Sejarah Umat Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wiriaatmadja, Rochiati Prof. Dr. Hj, dkk.2003. Sejarah dan Peradaban Cina.Bandung : Humaniora.